MATERI AKM PAS PAI IX _ SMPN 2

 Materi 1 : TANDA-TANDA KIAMAT INI TERNYATA SUDAH TERJADI

KIAMAT adalah saat dunia ini berhenti berputar. Saat bumi dan alam semesta ini hancur berbenturan, hingga semuanya tidak ada yang tersisa kecuali Sang Maha Pencipta yakni Allah SWT.

Berkaiatan dengan datangnya hari kiamat, Ibn Mas’ud pernah bertanya pada Rasulullah, “Ya Rasululullah, apakah datangnya hari kiamat disertai tanda-tanda kedatangannya?”tanya Ibn Mas’ud. Rasullullah menjawab, “Ya, wahai Ibn Mas’ud.”

Jadi kita sebagai Muslim harus mengetahui tanda-tandanya. Ada banyak tanda-tandanya. Di antaranya adalah:

1. Anak-anak menjadi penuh kemarahan

Dengan kata lain, mereka berani melawan orangtua mereka. Mereka tidak segan-segan berkata kasar dan menghardik orangtua mereka.

2. Hujan dapat membakar
Jika kita menganalisisnya, hal ini telah terjadi. Sekarang hujan asam semakin sering terjadi.

3. Orang-orang jahat bertebaran di muka bumi
Saat ini bukankah ada banyak orang jahat? Hal itu dibuktikan dengan semakin banyaknya pelaku tindak kriminalitas dan pembunuhan sesama manusia.

4. Orang-orang akan mempercayai orang-orang yang berkhianat, sedangkan orang-orang yang dapat dipercaya dianggap sebagai pengkhianat

Saat ini banyak orang yang benar  dianggap sebagai pendusta dan seseorang yang menceritakan kebohongan dianggap sebagai orang yang benar.

5. Orang-orang akan memutuskan tali silaturahmi

Hal ini telah terjadi sekarang dimana orang-orang lebih senang tinggal di rumah dan menonton televisi, dan mereka enggan mengunjungi tetangga.

6. Orang-orang munafik akan berkuasa
Hal ini sudah terbukti saat ini. Banyak penguasa saat ini yang bermulut manis saat berkampanye, tapi dusta dan munafik saat ia sudah terpilih menduduki jabatan mereka.

7. Orang-orang yang berperangai buruk mengendalikan perdagangan
Hal ini sudah terbukti, dengan semakin menjamurnya pelaku bisnis yang tidak amanah dan tidak jujur dalam perdagangan.

8. Masjid-masjid dihias tapi hati manusia telah menjadi kotor
Jadi orang-orang yang beribadah di masjid tidak melakukan tazkiyah, meskipun masjidnya indah.

9. Orang-orang mukmin menjadi lebih terhina daripada kambing yang jelek
Saat ini banyak orang di dunia yang menistakan umat islam, bahkan mereka tak segan-segan untuk menghina kaum muslimin di depan umum.

10. Homoseksualitas dan lesbianisme tersebar luas
Perilaku menyimpang Homoseksualitas dan lesbianisme sudah semakin menyebar luas, bahkan golongan ini sudah ada komunitasnya.

11. Orang-orang muda mempunyai kekayaan besar-besaran
Orang-orang muda mempunyai kekayaan besar-besaran, misalnya Zuckerberg yang merupakan multi-bilyuner sebelum dia mencapai umur 30.

12. Adanya perkumpulan-perkumpulan untuk merusak wanita
Sekarang banyak organisasi wanita yang mengatakan ingin membebaskan wanita, namun mereka malah mempromosikan wanita untuk membuka auratnya. Misalnya kontes seperti Miss World dimana para wanita disuruh mempertontonkan auratnya dan memperlihatkan keindahan tubuhnya. Hal seperti ini justru menghancurkan kemuliaan wanita. Dalam Islam, wanita disuruh menutup auratnya agar kemuliaan dan kehormatannya terjaga. Namun yang dilakukan budaya zaman sekarang justru sebaliknya. Wanita malah disuruh untuk membuka auratnya. Dan auratnya tersebut menjadi tontonan orang banyak. Benar-benar dunia telah menjadi begitu sakit.

13. Terjadinya penghancuran peradaban dan penghancuran dunia
Saat ini banyak budaya barat yang di luar dari islam sudah menghancurkan dunia dan peradaban.

14. Instrumen musik akan tersebar luas dan Rasulullah bersabda bahwa instrumen musik akan ada di kepala manusia
Ini menakjubkan sekali. Bagaimana Rasulullah tahu tentang hal ini? Itulah yang dikatakan hadistnya, saya tidak mengarang-ngarangnya. Dikatakan bahwa “Di kepala mereka akan ada instrumen musik.” Siapa yang sangka? Tidak ada yang tahu apa itu artinya di zaman Rasulullah. Tapi sekarang kita melihatnya, semua orang dimana-mana mengenakan headphone dan earphone untuk mendengarkan musik.

15. Akan ada banyak penegak hukum
Saat ini maraknya penegak hukum, namun kuantitas penegak hukum saat ini tak lantas bisa memberikan keadilam bagi manusia. Bahkan saat ini muncul istilah hukum itu runcing ke bawah tapi tumpul ke atas. Artinya hukum berlaku hanya bagi rakyat miskin tapi tidak orang kaya dan mempunyai kekuasaan.

16. Maraknya penghinaan untuk membuat orang lain tertawa
Sekarang lihatlah semua acara TV dimana para pelawak hanya mencela orang-orang untuk membuat pemirsa di rumah tertawa.

17. Banyak anak-anak yang lahir karena perzinaan
Bahkan di negara ini sekarang lebih dari 50% anak SMA telah melakukan perzinaan. Luar biasa.

18. Rasulullah bersabda bahwa cobaan akan ditunjukkan kepada hati manusia seperti sajadah
Dia mempunyai dua garis, yang horizontal dan vertikal. Ini maksudnya adalah TV. Dan beginilah caranya setan menghancurkan hati manusia, dengan menunjukkan fitnah pada manusia dan gambar-gambar jelek pada TV. Setan melakukannya terus-menerus sampai manusia menjadi terbiasa dengan kekerasan yang ada dalam tayangan TV. Kita tidak lagi merasakan apapun ketika melihat kekerasan.

19. Rasulullah s.a.w bersabda, “Kamu akan melihat orang-orang dengan cambuk seperti ekor sapi. Mereka akan memukul manusia dengannya.”
Saat ini banyak kekejaman dan kedholiman penguasa dan orang tinggi terhadap manusia lemah yang memiliki kedudukan di bawah mereka.

20. Wanita yang berpakaian dan telanjang pada saat bersamaan

Mereka akan berjalan berlenggak-lenggok dan membuat menarik orang lain kepada mereka. Dia berkata bahwa rambut mereka akan seperti unta Bactrian. Unta itu tidak ada di Arab, melainkan berasal dari Persia. Wanita-wanita seperti itu tidak akan masuk surga.

21. Dia bersabda “Sebagian umatku akan meminum khamr dan memanggilnya dengan nama lain.”
Mereka mempunyai banyak nama panggilan untuk khamr. Dan ini sudah terjadi. Kita memanggil khamr dengan berbagai sebutan, misalnya vodka, tuak, martini, wine, anggur, bir, dan sebagainya.

Jadi inilah tanda-tanda dari hari kiamat yang sekarang telah terjadi. Ya Allah, Rasulullah telah berbicara benar dan nubuatnya menjadi kenyataan. Waallahu’alam

https://www.islampos.com/21-tanda-tanda-kiamat-ini-ternyata-sudah-terjadi-101266/


Materi 2 : PERISTIWA DI PADANG MAHSYAR

Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat dan seluruh kaum muslimin yang senantiasa berpegang teguh pada sunnah Beliau sampai hari kiamat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يُحْشَرُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلاً

“Manusia akan dikumpulkan pada hari Kiamat dalam keadaan tidak beralas kaki, tidak berpakaian dan belum dikhitan.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 5102 dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha).

Demikianlah keadaan manusia tatkala bertemu dengan Allah Ta’ala di Padang Mahsyar dalam keadaan tidak beralas kaki, tidak berpakaian dan belum dikhitan. Meskipun demikian, akhirnya mereka diberi pakaian juga. Dan manusia yang pertama kali diberi pakaian adalah Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ أَوَّلَ مَنْ يُكْسَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِبْرَاهِيْمُ

“Sesungguhnya orang pertama yang diberi pakaian pada hari Kiamat adalah Nabi Ibrahim.” (Hadits shahih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 4371).

Adapun pakaian yang dikenakannya ketika itu adalah pakaian yang dikenakan ketika mati. Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اَلْمَيِّتُ يُبْعَثُ فِيْ ثِيَابِهِ الَّتِيْ يَمُوْتُ فِيْهَا

“Mayit akan dibangkitkan dengan pakaian yang dikenakannya ketika mati.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Hibban dalam Shahih-nya. Hadits ini dinilai shahih oleh al-Albani dalam Shohiih at-Targhib wat-Tarhib, no. 3575)

Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, tatkala hendak menguburkan jenazah ibunya, beliau meminta agar jenazah ibunya dikafani dengan pakaian yang baru. Beliau mengatakan, “Perbaguskanlah kafan jenazah kalian, karena sesungguhnya mereka akan dibangkitkan dengan (memakai) pakaian itu.” (Fat-hul Bari Syarah Shahih al-Bukhari, 11/383).

Bagaimana Manusia Digiring Ke Padang Mahsyar?

Manusia digiring ke Padang Mahsyar dengan berbagai kondisi yang berbeda sesuai dengan amalnya. Ada yang digiring dengan berjalan kaki, sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِنَّكُمْ مُلاَقُو اللهِ حُفَاةً عُرَاةً مُشَاةً غُرْلاً

“Sesungguhnya kalian akan menjumpai Allah dalam keadaan tidak beralas kaki, tidak berpakaian, berjalan kaki, dan belum dikhitan.” (Hadits shahih. Diriwayat-kan oleh al-Bukhari, no. 6043)

Ada juga yang berkendaraan. Namun tidak sedikit yang diseret di atas wajah-wajah mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّكُمْ تُحْشَرُوْنَ رِجَالاً وَرُكْبَانًا وَتُجَرُّوْنَ عَلَى وُجُوْهِكُمْ

“Sesungguhnya kalian akan dikumpulkan (ke Padang Mahsyar) dalam keadaan berjalan, dan (ada juga yang) berkendaraan, serta (ada juga yang) diseret di atas wajah-wajah kalian.” (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, dan beliau mengatakan, “Hadits hasan.” Hadits ini dinilai hasan oleh al-Albani dalam Shahiih at-Targhib wat-Tarhib, no. 3582).

Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa ada seseorang berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

يَا رَسُولَ اللهِ كَيْفَ يُحْشَرُ الْكَافِرُ عَلَى وَجْهِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ؟ قَالَ: أَلَيْسَ الَّذِي أَمْشَاهُ عَلَى رِجْلَيْهِ فِي الدُّنْيَا قَادِرًا عَلَى أَنْ يُمْشِيَهُ عَلَى وَجْهِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ؟!

“Wahai Rasulullah, bagaimana bisa orang kafir digiring di atas wajah mereka pada hari Kiamat?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Bukankah Rabb yang membuat seseorang berjalan di atas kedua kakinya di dunia, mampu untuk membuatnya berjalan di atas wajahnya pada hari Kiamat?!” Qatadah mengatakan, “Benar, demi kemuliaan Rabb kami.” (Hadits shahih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 6042 dan Muslim, no. 5020).

Ketika Matahari Didekatkan Dengan Jarak Satu Mil

Kaum muslimin yang kami muliakan, ketika manusia dikumpulkan di padang Mahsyar, matahari didekatkan sejauh satu mil dari mereka, sehingga manusia berkeringat, hingga keringat tersebut menenggelamkan mereka sesuai dengan amalan masing-masing ketika di dunia.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

تُدْنَى الشَّمْسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنَ الْخَلْقِ حَتَّى تَكُوْنَ مِنْهُمْ كَمِقْدَارِ مِيْلٍ، قَالَ سُلَيْمُ بْنُ عَامِرٍ : فَوَاللهِ، مَا أَدْرِي مَا يَعْنِي بِالْمِيْلِ أَمَسَافَةَ اْلأَرْضِ أَمْ الْمِيْلَ الَّذِي تُكْتَحَلُ بِهِ الْعَيْنُ، قَالَ : فَيَكُوْنُ النَّاسُ عَلَى قَدْرِ أَعْمَالِهِمْ فِي الْعَرَقِ فَمِنْهُمْ مَنْ يَكُوْنُ إِلَى كَعْبَيْهِ، وَمِنْهُمْ مَنْ يَكُوْنُ إِلَى رُكْبَتَيْهِ، وَمِنْهُمْ مَنْ يَكُوْنُ إِلَى حَقْوَيْهِ، وَمِنْهُمْ مَنْ يُلْجِمُهُ الْعَرَقُ إِلْجَامًا، وَأَشَارَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ إِلَى فِيْهِ

“Pada hari kiamat, matahari didekatkan jaraknya terhadap makhluk hingga tinggal sejauh satu mil.” –Sulaim bin Amir (perawi hadits ini) berkata: “Demi Allah, aku tidak tahu apa yang dimaksud dengan mil. Apakah ukuran jarak perjalanan, atau alat yang dipakai untuk bercelak mata?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sehingga manusia tersiksa dalam keringatnya sesuai dengan kadar amal-amalnya (yakni dosa-dosanya). Di antara mereka ada yang keringatnya sampai kedua mata kakinya. Ada yang sampai kedua lututnya, dan ada yang sampai pinggangnya, serta ada yang tenggelam dalam keringatnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan isyarat dengan meletakkan tangan ke mulut beliau.” (Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2864)

Syaikh Muhammad bin Sholih Al-‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Jarak satu mil ini, baik satu mil yang biasa atau mil alat celak, semuanya dekat. Apabila sedemikian rupa panasnya matahari di dunia, padahal jarak antara kita dengannya sangat jauh, maka bagaimana jika matahari tersebut berada satu mil di atas kepala kita?!” (Syarah al-‘Aqidah al-Wasithiyyah, 2/134).

Jika matahari di dunia ini didekatkan ke bumi dengan jarak 1 mil, niscaya bumi akan terbakar. Bagaimana mungkin di akherat kelak matahari didekatkan dengan jarak 1 mil namun makhluk tidak terbakar?

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwa pada hari Kiamat kelak tatkala manusia dikumpulkan di padang mahsyar, kekuatan mereka tidaklah sama dengan kekuatan mereka ketika hidup di dunia. Akan tetapi mereka lebih kuat dan lebih tahan. Seandainya manusia sekarang ini berdiri selama 50 hari di bawah terik matahari tanpa naungan, tanpa makan, dan tanpa minum, niscaya mereka tidak mungkin mampu melakukannya, bahkan mereka akan binasa. Namun pada hari Kiamat kelak, mereka mampu berdiri selama 50 tahun tanpa makan, tanpa minum, dan tanpa naungan, kecuali beberapa golongan yang dinaungi Allah Ta’ala. Mereka juga mampu menyaksikan kengerian-kengerian yang terjadi. Perhatikanlah keadaan penghuni Neraka yang disiksa (dengan begitu kerasnya), namun mereka tidak binasa karenanya. Allah Ta’ala berfirman:

كُلَّمَا نَضِجَتْ جُلُوْدُهُمْ بَدَّلْنَاهُمْ جُلُوْدًا غَيْرَهَا لِيَذُوْقُوا الْعَذَابَ (56)

“Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan adzab.” (An-Nisa’: 56). (Syarah Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah, 2/135)

Golongan Yang Akan Mendapatkan Naungan ‘Arsy Allah Ta’ala

Pada hari yang sangat panas itu, Allah Ta’ala akan memberikan naungan kepada sebagian hamba pilihan-Nya. Tidak ada naungan pada hari itu kecuali naungan-Nya semata. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): “Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah dengan naungan ‘Arsy-Nya pada hari dimana tidak ada naungan kecuali hanya naungan-Nya semata.

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ: اْلإِمَامُ الْعَادِلُ، وَشَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ، وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِي اللهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ: إِنِّيْ أَخَافُ اللهَ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ

“Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah dengan naungan ‘Arsy-Nya pada hari dimana tidak ada naungan kecuali hanya naungan-Nya semata.
1. 
Imam (pemimpin) yang adil.

2. Pemuda yang tumbuh besar dalam beribadah kepada Rabbnya.

3. Seseorang yang hatinya senantiasa terpaut pada masjid.

4.  Dua orang yang saling mencintai karena Allah, dimana keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah.

5. Dan seorang laki-laki yang diajak (berzina) oleh seorang wanita yang berkedudukan lagi cantik rupawan, lalu ia mengatakan: “Sungguh aku takut kepada Allah.”

6. Seseorang yang bershodaqoh lalu merahasiakannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfaqkan oleh tangan kanannya.

7.   Dan orang yang berdzikir kepada Allah di waktu sunyi, lalu berlinanglah air matanya.” (Hadits shahih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, II/143 – Fat-h, dan Muslim, no. 1031).

Golongan lain yang mendapatkan naungan Allah Ta’ala adalah orang yang memberi kelonggaran kepada orang yang kesulitan membayar hutang kepadanya atau memutihkan hutang darinya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا أَوْ وَضَعَ عَنْهُ أَظَلَّهُ اللهُ فِي ظِلِّهِ

“Barangsiapa yang memberi kelonggaran kepada orang yang sedang kesulitan membayar hutang atau memutihkan hutang orang tersebut, niscaya Allah akan menaunginya dalam naungan Arsy-Nya (pada hari Kiamat).” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 3006)

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/7416-peristiwa-di-padang-mahsyar.html


Materi 3 : Pertolongan Allah untuk Orang yang Jujur

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa seorang laki-laki dari kalangan Bani Israil meminta kepada seseorang Bani Israil lainnya agar memberikan pinjaman kepadanya seribu dinar. Lalu si pemberi pinjaman berkata, “Datangkanlah para saksi. Saya meminta mereka untuk bersaksi.”

Lantas orang yang meminta pinjaman berkata, “Cukuplah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menjadi saksi.”

Pemberi pinjaman menambahkan, “Datangkanlah seorang penjamin,.”

Dia menjawab, “Cukuplah Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai penjamin.”

Pemberi pinjaman berkata, “Engkau benar.”

Kemudian dia menyerahkan piutang tersebut kepadanya sampai waktu yang ditentukan.

Selanjutnya si peminjam pergi mengarungi lautan untuk memenuhi kebutuhannya. Setelah itu, dia mencari kendaraan yang akan digunakan untuk mendatangi pemberi pinjaman sesuai waktu yang telah ditetapkan. Ternyata dia tidak menemukan kendaraan. Lantas dia mengambil kayu dan melubanginya, lalu dia memasukkan seribu dinar di dalamnya dan selembar kertas darinya untuk temannya (si pemberi pinjaman). Kemudian dia meratakan tempatnya kembali.

Selanjutnya dia membawa kayu tersebut ke laut. Dia berkata, “Ya Allah! Sungguh, Engkau mengetahui bahwa saya meminjam seribu dinar kepada si fulan, lalu dia meminta penjamin kepadaku dan saya berkata, ‘Cukuplah Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai penjamin.’ Dia pun ridha karena Engkau. Dia juga meminta saksi, lalu saya berkata, ‘Cukuplah Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadi saksi.’ Dia pun ridha karena Engkau. Sesungguhnya saya telah bersusah payah untuk menemukan kendaraan untuk mengantarkan utangku kepada pemiliknya, ternyata saya tidak menemukan. Sungguh, saya menitipkan kayu ini kepada-Mu.”

Lantas dia melemparkannya ke laut sampai masuk ke dalam laut kemudian bergerak. Di samping itu dia masih saja mencari kendaraan untuk menuju ke daerahnya.

Di lain pihak, si pemberi pinjaman menanti-nanti barangkali kendaraan yang membawa piutangnya telah datang. Ternyata ada kayu yang mengapung di dekatnya. Lalu dia mengambil kayu tersebut untuk dijadikan sebagai kayu bakar buat keluarganya. Ketika dia menggergajinya, dia menemukan uang dan selembar kertas. Kemudian si peminjam hutang datang dan memberikan seribu dinar, lalu dia berkata, “Demi Allah, saya telah bersusah payah mencari kendaraan untuk menyerahkan piutangmu. Ternyata saya tidak menemukan kendaraan sebelum saya datang sekarang ini.”

Setelah beberapa waktu kemudian, teman yang meminjam uang darinya telah sampai. Dia bertanya, “Apakah engkau pernah mengirimkan sesuatu kepadaku?”

Dia menjawab, “Saya kan sudah bilang bahwa saya tidak menemukan kendaraan sebelum saya datang sekarang ini.”

Dia berkata, “Allah telah mengantarkan darimu sesuatu yang engkau kirimkan melalui kayu dan mengalir dengan membawa seribu dinar.” (HR. Al-Bukhari).


Read more https://kisahmuslim.com/3100-allah-menolong-orang-yang-jujur-dan-menepati-janji.html

Materi 4 : ZAKAT PERDAGANGAN

Bagaimana cara menghitung dan mengeluarkan zakat perdagangan?

Islam sangat memuliakan kalangan peniaga, orang yang mencari nafkah hidupnya dengan perdagangan atau perniagaan. Oleh karena itu, untuk kesejahteraan mereka, islam telah menyediakan suatu bentuk penyucian/membersihkan harta dan jiwa dengan berzakat.

Zakat pada hakikatnya membersihkan dari elemen haram (karena pencampuran hak manusia lain di dalam harta tersebut), zakat juga membersihkan jiwa dan rohani untuk lebih dekat dengan Allah.

Hadist yang mendasari kewajiaban menunaikan zakat perdagangan ialah:

Sahabat Nabi SAW mengatakan, “Dahulu Rasulullah SAW memerintahkan kepada kami agar mengeluarkan zakat terhadap harta kekayaan yang disiapkan untuk dijual.” (HR Abu Daud dan Baihaqi).

Zakat Perdagangan/Zakat Perniagaan ialah zakat yang diwajibkan baginya zakat atas segala jenis barang -barang yang diniagakan bagi yang mendapat keuntungan. Barang-barang yang diniagakan tersebut baik bersumber dari hasil pertanian, hewan ternak, emas, perak, perikanan, perkebunan dll.

Zakat perdagangan dikenakan untuk semua bentuk perniagaan yang diusahakan baik secara perorangan maupun perseroan (seperti CV, PT , Koperasi dan sebagainya). Zakat Perniagaan tidak hanya dikenakan apabila sebuah perniagaan itu menghasilkan keuntungan. Apabila perniagaan itu rugi , tetapi harta atau modal masih mencapai nisab, maka perniagaan itu masih wajib dizakatkan. Oleh karena itu apabila perniagaan sudah mencapai haul 1 tahun, maka si Peniaga perlu menghitung asetnya, jika keseluruhan harta perniagaan tersebut mencapai atau melebihi nisab, maka perlu dikeluarkan zakatnya.

Ketentuan kadar Zakat Perniagaan:

1. Nisab zakat perdagangan adalah senilai dengan 85 gram emas

2. Usaha tersebut sudah berjalan selama 1 tahun

3. Kadar yang dikeluarkan sebesar 2,5%

4. Dapat dibayarkan dengan uang atau barang

5. Dikenakan pada perdagangan baik individu maupun perseroan

Bagaimana cara menghitung dan mengeluarkan zakat perdagangan? yaitu:

(Modal diputar + Keuntungan + Piutang) – (Hutang + Kerugian) X 2,5 % = zakat

Contoh

Bapak Budi seorang pedagang sembako, ia memiliki aset (modal) Rp 20.000.000,. Ia mendapatkan keuntungan bersih sebesar Rp 3.000.000,- /bulan . Setelah berjalan 1 tahun , ia mempunyai piutang yang dapat dicairkan sebesar Rp 3.000.000,- dan hutang yang harus dibayar pada bulan tersebut adalah Rp. 5.000.000,- Berapa zakat yang harus bapak Budi bayar?

Jawab:

1. Zakat dagang dianalogikan kepada zakat emas, nisabnya 85 gram, mencapai haul besar zakat 2,5 %

2. Aset atau modal yang dimiliki Rp 20.000.000,-

3. Keuntungan setiap bulan Rp 3.000.000,- X 12 bulan = RTp 36.000.000,-

4. Piutang sejumlah Rp 3.000.000,-

5. Hutang sejumlah Rp 5.000.000,-

Perhitungan zakatnya adalah:

(Modal + Untung + Piutang) – (Hutang) X 2,5 % = ZAKAT

(Rp 20.000.000 + Rp 36.000.000 + Rp 3.000.000) – (Rp 5.000.000) = Rp 54.000.000 X 2,5% = Rp 1.350.000

Jadi zakatnya adalah Rp 1.350.000,-

 Materi 5 : Hukum Ibadah Haji Mengulang

Sebuah ketetapan perintah dan larangan wajib atau sunnah agama Islam  melalui proses rasionalisasi hukum. Proses ini dikenal dengan metode istinbathul ahkam yang didalamnya ada  unsur logika induktif. Mencari dalil-dalil terperinci dan eksplisit tentang masalah tertentu dalam al-Qur’an, jika tidak ditemukan maka mencari dalil eksplisit di dalam  hadits yang sohih. Jika di dalam hadits tidak ditemukan dalil maka barulah melakukan proses analogi ( qiyas), yaitu mendekatkan masalah kepada dalil asal  inplisit yang ada dalam al-Qur’an dan sunnah sohih  yang mendekati pada masalah tersebut. Rumusan ringkas metode hukum Islam  adalah lebih banyak dalil yang kuat dalam Al-Qur’an dan Sunnah maka tingkat perintah dan larangannya sesuatu  lebih kuat , keras dan jelas untuk dilakukan atau ditinggalkan.  Sebaliknya, semakin sedikit dalil terperinci dan ekplisit dalam Al-Qur’an dan sunnah tentang masalah tertentu, semakin rendah dan tidak kuat untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu tersebut.
            Ketetapan perintah melakukan ibadah haji secara langsung ada dalam QS.3:97, ini pun dengan bahasa syarat ” …siapa yang mampu…”. Dalam sebuah hadits yang panjang riwayat Ahmad dan Nasai, Rasulullah telah berkata dalam pidato beliau: hai manusia, Sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas kamu mengerjakan ibadah haji, maka hendaklah kamu kerjakan. Seorang sahabat bertanya: Apakah tiap tahun ya rasulullah ? Beliau tidak menjawab, dan yang bertanya itu mendesak sampai tiga kali. Kemudian Rasulullah berkata: kalau jawab saya “ya”, sudah tentu menjadi wajib tiap-tiap tahun, sedangkan kamu tidak akan kuasa mengerjakannya…” . Dengan dua dalil ini maka  hukum dasar haji memang adalah wajib, itupun dengan syarat bagi siapa yang mampu mampu ilmu, mental dan ekonomi. Dalam hadits ini tidak ditegaskan bahwa harus berhaji tiap tahun. Yang ada adalah ancaman bagi siapa yang mampu tetapi tidak berhaji, “ Barang siapa memliki bekal dan kendaraan (biaya perjalanan) yang dapat menymaikannya ke baitul haram dan tidak menunaikan ibadah haji maka tidak mengapa baginya wafat sebagai orang Yahudi atau Nasrani”. ( HR. Attirmidzi).

            Hukum haji mengulang secara tegas hukumnya tidak wajib, sebagian ulama menjatuhkan hukumnya sunnah (tathawwu). Sunnah suatu perbuatan yang tidak mesti dikerjakan namun memiliki nilai keutamaan. Proses pengerjaan haji mengulang harus melihat kondisi dan situasi serta perintah ajaran lainnya yang lebih utama dan penting. Yusuf Qardhawii -Fuqoha kontemporer Al-Azhar Mesir-  membuat rumusan Fiqih Prioritas, mana perbuatan keagamaan paling penting, penting, dan tidak terlalu penting. Dalam menanggapi hukum haji mengulang beliau mngatakan, untuk mencegah terjadinya hal-hal yang mafsadat, maka langkah yang terbaik yang harus ditempuh ialah agar orang yang sudah satu kali menunaikan ibadah haji  (ibadah haji wajin) dapat menahan diri, dan memberi kesempatan kepada kaum muslimien yang belum menunaikan ibadah haji wajib. Dengan demikian mereka akan mendapat dua manfaat besar. Pertama, sebagian dari harta kekayaanya yang banyak itu dimanfaatkan untuk amal ibadah dan kebajikan lainnya, seperti memperkuat dakwah Islam, membantu sekolah-sekolah muslim, dan lain-lain. Kedua, memberi kelonggaran tempat kepada kaum muslimien lainnya dari berbagai pelosok dunia yang belum pernah melaksanakan ibadah haji fardhu, agar pelaksanaannya tidak berjubelan dan desak-dseakan.

            Dengan demikiann memang ibadah haji mengulang itu penting, tetapi ada ibadah lain yang statusnya sangat penting. Jika dibandingkan antara dalil perintah melaksanakan  ibadah haji dengan perintah untuk membangun umat agar cerdas, bermoral baik dan membantu para kaum miskin, sangat jauh lebih banyak perintah untuk menegakan kebaikan dan membantu orang-orang lemah, cerdas serta berakhlak mulia.

Aktualisasi Kemabruran Haji

            Dimensi ukhrawi ganjaran bagi haji mabrur adalah surga, bahkan hadits rasulullah lebih tegas mengatakan, “ Barang siapa melaksanakan di rumah ini (Baitullah Al-Haram) tidak rafats dan tidak berbuat fasik, maka dia kembali seperi pada hari dilahirkan ibunya”. (Al-Bukhori). Kata mabrur artinya baik, maka mereka yang berhaji adalah yang selalu berbuat baik. Ada banyak dimensi kebaikan (al-biru ) seperti yang Allah jelaskan dalam QS.2:177, pertama dimensi keteguhan teologis keimanan kepada Allah, malaikat, Nabi, dan hari akhirat. Kedua, memberikan harta kepada kerabat, anak-anak yatim, orang miskin, orang yang kehabisan perbekalan, orang yang  tidak bisa membayar utang. Ketiga, selalu menegakan dan melaksanakan zakat dan shalat. Keempat, selalu menepati janji dan kelima bersabar ketika ada hantaman kesulitan dan kemadharatan. 

Mereka yang telah melakukan ibadah haji adalah telah melakukan proses taubat yang panjang dan melelahkan lewat praktik-praktik ibadah ritual –simbolis, dengan suatu target utama adanya perubahan sikap dan moralitas. Jika selepas ibadah haji tidak ada perubahan sikap bahkan kita tetap berada dalam menumpuk dosa, maka berati sasaran ibadah haji itu tidak tercapai, bahkan sia-sia. Menurut Nurcholish Madjid     jadi sesungguhnya kita menjalankan ibadah itu karena pamrih atau riya’. Sekurang-kurangnya mungkin sekali kita sekedar pamrih kepada sesama anggota kelompok Islam. Indikasinya ialah keseganan untuk berkorban guna memberi pertolongan kepada orang yang perlu, biarpun sedikit. Kita menjalankan ibadah formal –simbolis sekuat tenaga, namun tidak menghayati dan tidak mewujudnyatakan hikmah-hikmahnya. Dengan demikian mereka yang yang akan melakukan ibadah haji mengulang harus mengarahkan biaya hajinya yang kedua kepada ibadah-ibadah lain yang bobotnya sangat penting bahkan perintah sangat keras.

Kuantitas dalil untuk menegakan keadilan sosial sangatlah banyak dibandingkan dalil untuk berhaji, sampai dalam QS. Al-Maun :1-7 disebut orang yang mendustakan agama , orang yang menghardik anak yatim dan tidak berjuang untuk memberi makan orang misikin, dan orang yang shalat tetapi lalai yaitu, mereka yang suka pamrih kepada sesama, dan yang enggan memberi pertolongan.  Kondisi kemiskinan bangsa yang mencapai angka 50  juta bahkan berdasarkan ukuran international Poverty Line (IPL) angka kemiskinan di Indonesia mencapai 60 % 120 juta  penduduk. Keadaan ini seharusnya mendorong orang-orang kaya muslim untuk mengalihkan biaya haji mengulangnya untuk mengangkat orang-orang miskin di sekitarnya. Ayat-ayat dan hadits yang mendorong agar kaum kaya muslim memiliki solidaritas sosial ini berbeda  istilah seperti, infaq, sodaqoh, zakat dan wakap.

Tuntutan rangsangan untuk berkurban mengeluarkan harta beraneka ragam, dari redaksi maknawi  yang bersifat menggambarkan jumlah ganjaran yang berlipat  sampai ancaman siksa neraka yang keras serta dampak sosial-ekonomi. Bisa jadi angka kemiskinan yang semakin menggunung ini merupakan pertanda dari tumpulnya jiwa  sosial para orang kaya muslim, dan lebih tersibukan dengan ibadah simbolis dan individual.

   Agenda lain untuk pengalihan biaya haji mengulang itu antara lain membantu peningkatan sumber daya manusia. Ayat al-Qur’an yang berisi  agar umat Islam banyak berpikir hampir mewarnai disetiap surat, bahkan kata ilmu diulang sampai 854 kali, belum lagi ayat la’alakum taqilun, tatapakarun, ulil albab, ulil abshar, dan lain-lain yang tersebar hampir di setiap juru ayat. Islam agama yang banyak mendorong umatnya untuk mempunyai kekuatan intelektual, semangat penelitian dan daya kritisis terhadap segala realitas alam dan sosial, sehingga mengasilkan teknologi bagi kesejahteraan umat manusia. Bahkan Nabi sampai mengeluarkan hadits, “ menuntut ilmu itu adalah kewajiban bagi setiap muslimin dan muslimat “.

 Untuk menunjang SDM inilah perlu dibentuk sekolah-sekolah Islam berkualitas yang mempunyai sarana dan pra sarana yang lengkap dan modern, juga didukung oleh guru-guru yang mempunyai kompetensi keilmuan yang mumpumi dan kualitas akhlak yang tinggi, serta kesejahteraan yang mencukupi. Sisi lain kondisi ekonomi masyarakat cukup memprihatinkan, apalagi badai krisis yang menghantam menjadikan jumlah angka putus sekolah dasar sampai perguruan tinggi semakin membengkak. Keadaan ini harus dijadikan prioritas  ibadah sosial bagi orang-orang kaya muslim agar mengalihkan biaya haji mengulang, untuk membangun sarana fisik, membantu biaya sekolah, dan meningkatkan kesejahteraan guru. Sehingga kondisi rendahnya kualitas pendidikan Islam – seperti yang disinyalir oleh Ahmad tafsir di atas- tidak terjadi. Investasi ganjaran membagun sumber daya manusia ini akan terus mengalir baik di dunia maupun akhirat kelak.

Kesimpulan
            Ciri kemaburan pasca haji adalah melaksnakan dimensi- dimensi kebaikan yang cukup luas baik bersifat teologis, akhlak, ibadah, sosial, ekonomi bahkan politik. Jika selepas haji tidak ada perubahan akhlak dan ibadah yang cukup radikal, kita terus bermaksiat, korupsi, kikir, tidak peduli pada orang miskin, selalu berpoya-poya, mengobral auratnya, bertindak diskriminatif, dan lain-lain, maka itu sebuah pertanda kemabruran  belum tercapai. Kita bangga pulang menyandang gelar haji selesai. Kita terjebak pada simbol-simbol ibadah haji yang tanpa makna. Allah dan Rasul mengecam orang yang mempunyai kesalehan ritual, tetapi tidak mempunyai ketajaman dan kesalehan sosial, bahkan sia-sialah ibadah haji kita. Di tengah kondisi kemiskinan yang menggunung, kita harus menahan diri untuk tidak melaksanakan mengulang ibadah haji kedua, ketiga keempat, dan seterusnya. Kita alihkan dana haji mengulang ini untuk membantu saudara-sudara kita yang miskin dan membangun pendidikan Islam yang berkualitas. Nabi mengatakan, “ Bukanlah termasuk golongan kami, orang yang tidak peduli terhadap penderitaan kaum muslimin”.      

            Wallahu ‘alam Bisshawab

https://www.tribunnews.com/tribunners/2011/11/30/hukum-ibadah-haji-mengulang



Materi 6 : PERBEDAAN IBADAH HAJI dan UMRAH

Umrah merupakan salah satu ibadah bagi umat Muslim. Menurut istilah, umrah berarti menyengaja berziarah ke Kabbah untuk melaksanakan ibadah tertentu. Pelaksanaannya mirip dengah haji, ibadah wajib bagi Muslim yang mampu. Lokasinya pun sama-sama di dua kota suci, Makkah dan Madinah.

Haji dan umrah saling berkaitan, karena ada persamaan mengenai syarat, sunnah, hal-hal yang membatalkan, dan perkara yang mengharamkan pelaksanaannya. Tapi, haji dan umrah pada dasarnya berbeda.

1. Naik haji itu hukumnya "wajib," sedangkan umrah ibadah "sunnah"

Ulama bersepakat bahwa haji hukumnya wajib bagi setiap Muslim yang telah memenuhi syarat wajibnya. Ibadah ini termasuk dalam lima rukun Islam, selain mengucapkan syahadat, salat lima waktu, menunaikan zakat, dan puasa Ramadan. Seperti firman Allah:

“Dan bagi Allah subhanahu wata’ala, wajib bagi manusia untuk melaksanakan haji ke Baitullah.” (QS Ali Imran 98)

Jika haji disimpulkan sebagai ibadah wajib, hokum umrah masih diperselisihkan oleh ulama. Ada yang menganggapnya wajib, sedangkan sebagian lain menyebutnya sunnah. Pendapat soal umrah didasarkan pada sejumlah dalil. Di antaranya hadits berikut:

“Nabi pernah ditanya mengenai umrah, Apakah umrah wajib? Beliau menjawab tidak, dan ketika kau umrah maka itu lebih baik bagimu.” (HR. al-Turmudzi).

2. Perbedaan jumlah rukun haji dan umrah

Rukun adalah ritual yang menandakan keabsahan ibadah haji atau umrah. Ibadah dianggap batal jika rukun tidak dilakukan, dan tidak dapat diganti dengan denda atau dam.

Rukun haji ada lima, yaitu niat ihram, wukuf di Arafah, tawaf, sai, dan memotong rambut. Sedangkan rukun umrah ada empat, yaitu niat ihram, tawaf, sai, dan memotong rambut.

Perbedaannya terletak pada wukuf di Arafah, yang jadi rukun ibadah haji.

3. Haji di bulan tertentu, umrah bisa kapan saja

Perbedaan lain antara haji dan umrah adalah soal waktu. Pelaksanaan ibadah haji lebih sempit karena hanya bisa di bulan tertentu. Yaitu terbatas antara bulan Syawal hingga hari raya Idul Adha di tanggal 10 Dzulhijjah.

Berbeda dengan haji, pelaksanaan umrah bisa kapan saja sepanjang tahun.

4. Kewajiban haji lebih banyak dibandingkan umrah

Pada ibadah haji dan umrah, terdapat sejumlah kewajiban yang jadi rangkaian ritual manasik. Jika ditinggalkan maka bisa membatalkan haji dan umrah. Namun kewajiban ini bisa diganti dengan denda atau dam.

Pada ibadah haji, ada lima kewajiban. Yang pertama, niat ihram dari miqat, yaitu batas area yang telah ditetapkan sesuai daerah asal jemaah. Berikutnya, menginap di Muzdalifah, menginap di Mina, tawaf wada’ atau perpisahan, serta melontar jumrah.

Sedangkan pada ibadah umrah ada dua kewajiban. Yaitu niat ihram dari miqat serta menjauhi larangan-larangan ihram.

Itulah beberapa perbedaan ibadah haji dan umrah. Tidak sembarang orang menunaikan ibadah haji, karena per tahun Pemerintah Arab Saudi membatasi kuota jemaah bagi setiap negara. Di Indonesia, umrah banyak jadi pilihan bagi masyarakat karena lamanya masa antre untuk ibadah haji.  


Materi 7 : ALUR DARI PERJALANAN DAKWAH DI NUSANTARA

Indonesia dikenal sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Padahal jika kita melihat sejarah lahirnya agama Islam yang dibawa para Nabi, Indonesia tidak begitu dikenal. Namun berkat kegigihan para dai dan ulama, perkembangan Islam di Nusantara begitu pesat sampai saat ini. Lalu bagaimanakah alur perjalanan dakwah di Nusantara? 

Alur Dari Perjalanan Dakwah Di Nusantara Sejak zaman pra sejarah, penduduk Nusantara dikenal sebagai pelayar-pelayar tangguh yang sanggup mengarungi samudera lepas. Menurut catatan sejarah, pada awal masehi sudah ada jalur pelayaran dan perdagangan antara kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di Asia Tenggara. Wilayah Nusantara yang menjadi lintasan penting perdagangan adalah wilayah Nusantara bagian barat, yakni Malaka dan sekitarnya. Daerah tersebut sudah terkenal sejak zaman dahulu karena kaya akan hasil bumi. Daerah tersebut kemudian menjadi perlintasan para pedagang Cina dan India. Sementara itu pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatera dan Jawa antara abad ke-1 dan ke-7 M sering disinggahi pedagang dari Lamuri (Aceh), Barus, Palembang, Sunda Kelapa, dan Gresik. 

Bersamaan dengan itu, datang pula para pedagang yang berasal dari Timur Tengah pada abad ke-7 Masehi (abad ke-1 Hijriyah). Malaka menjadi pusat utama lalu lintas perdagangan dan pelayaran. Mereka tidak hanya berdagang, tetapi sekaligus berdakwah menyebarkan agama Islam. Dengan demikian, agama Islam telah ada di Indonesia ini sejak abad ke-1 Hijriyah. 

Alur Dari Perjalanan Dakwah Di Nusantara Para ahli sejarah mencatat bahwa Islam masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan. Sebelum Islam datang, Nusantara berada dalam pengaruh agama Hindu-Buddha. Pengaruh-pengaruh tersebut berdampak pada pola hidup masyarakat di Indonesia. Namun, dalam perkembangannya pengaruh Islam jauh lebih kuat daripada agama Hindu-Buddha. 

Masuknya agama Islam di Nusantara melalui jalur perdagangan berlangsung dengan cara-cara damai. Ajaran islam mudah diterima dan mendapat perhatian dari penduduk Nusantara. Berbagai sumber sejarah menyatakan bahwa agama Islam sudah masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M. Namun keberadaan para pemeluk ajaran Islam menjadi jelas pada abad ke-13 yang ditandai dengan berdirinya kerajaan Samudra Pasai di Aceh sebagai kerajaan Islam yang pertama. 

Alur Dari Perjalanan Dakwah Di Nusantara dan Proses masuknya Islam di Indonesia berjalan secara bertahap dan melalui banyak jalan . Menurut para ahli sejarah, teori-teori tentang kedatangan Islam ke Indonesia adalah sebagai berikut.

a) Teori Mekah 

Menurut teori Mekah, proses masuknya Islam ke Indonesia adalah langsung dari Mekah atau Arab. Terjadi pada abad pertama Hijriyah atau abad ke-7 Masehi. Para pedagang dari Timur Tengah memiliki misi dagang dan dakwah sekaligus. Bahkan motivasi dakwah menjadi pendorong utama mereka datang ke Nusantara. Orangorang Arab yang datang ini kebanyakan adalah keturunan Nabi Muhammad saw. yang menggunakan gelar “sayid” atau “syarif” di depan namanya. Menurut para ahli sejarah, jalur perdagangan antara Indonesia dengan Arab telah berlangsung jauh sebelum masehi. 

b) Teori Gujarat 

Teori Gujarat mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari Gujarat pada abad ke-7 H atau abad ke-13 M. Gujarat adalah sebuah wilayah di India bagian barat, berdekatan dengan Laut Arab. Menurut teori ini, orang-orang Arab bermazhab Sya!’i telah bermukim di Gujarat dan Malabar sejak awal Hijriyah (abad ke-7 Masehi). Namun yang menyebarkan Islam ke Indonesia bukanlah dari orang Arab langsung, melainkan pedagang Gujarat yang telah memeluk Islam dan berdagang ke Nusantara. Orang-orang Gujarat telah lebih awal membuka hubungan dagang dengan Indonesia dibanding dengan pedagang Arab 

c) Teori Persia 

Teori Persia mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari daerah Persia atau Parsi (sekarang Iran). Sebagai buktinya, ada kesamaan budaya dan tradisi yang berkembang antara masyarakat Parsi dan Indonesia. Tradisi tersebut antara lain adalah tradisi merayakan 10 Muharram atau Asyuro. 

d) Teori Cina 

Menurut teori Cina, proses kedatangan Islam ke Indonesia (khususnya di tanah Jawa) berasal dari para pedagang Cina. Mereka telah berhubungan dagang dengan penduduk Indonesia jauh sebelum Islam dikenal di Indonesia, yakni sejak masa Hindu-Buddha. Ajaran Islam sendiri telah sampai di Cina pada abad ke-7 M. Pada masa Dinasti Tang (618-960) di daerah Quanzhou, Kanton, Zhang-zhao, dan pesisir Cina selatan, telah terdapat sejumlah pemukiman Islam. Sebagai pembuktian teori Cina ini, bahwa raja Islam pertama di Jawa, yakni Raden Patah dari Bintoro Demak, merupakan keturunan Cina. Ibunya disebutkan berasal dari Campa, Cina bagian selatan (sekarang termasuk Vietnam). Bukti lainnya adalah adanya masjid-masjid tua yang bernilai arsitektur Cina atau Tiongkok di berbagai tempat di Pulau Jawa. Pelabuhan penting seperti di Gresik, misalnya, menurut catatancatatan Cina, diduduki pertama kali oleh para pelaut dan pedagang Cina. 

Agama Islam berkembang di Indonesia disebarkan oleh berbagai golongan, yakni para pedagang, mubaligh, su, dan para wali. Para wali menyebarkan Islam di Nusantara, khususnya di tanah Jawa. Di antara sekian banyak wali, yang terkenal adalah Wali Sanga (Wali Sembilan). Berikut ini adalah nama-nama wali sanga. 

1). Sunan Maulana Malik Ibrahim atau Syekh Maghribi, yang diduga berasal dari Persia dan berkedudukan di Gresik. 

2). Sunan Ampel atau Raden Rahmat, berkedudukan di Ampel, Surabaya. 

3). Sunan Bonang atau Raden Maulana Makdum Ibrahim, putra dari Raden Rahmat (Sunan Ampel). Ia tinggal di Bonang, dekat Tuban. 

4). Sunan Giri atau Prabu Satmata atau Sultan Abdul Fakih yang semula bernama Raden Paku, berkedudukan di Bukit Giri, dekat Gresik. 

5). Sunan Drajat atau Syarifuddin, juga putra dari Sunan Ampel dan berkedudukan di Drajat, dekat Sedayu, Surabaya. 

6). Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah atau Syeikh Nurullah berasal dari Pasai, sebelah utara Aceh yang berkedudukan di Gunung Jati, Cirebon. 

7). Sunan Kudus atau Ja’far Sodiq, putra dari Raden Usman Haji yang bergelar Sunan Ngandung di Jipang Panolan, berkedudukan di Kudus.

8). Sunan Kalijaga, nama aslinya Raden Mas Syahid. Beliau adalah putra Tumenggung Wilatikta, Bupati Tuban yang berkedudukan di Kadilangu, dekat Demak. 

9). Sunan Muria atau Raden Umar Said adalah putra dari Sunan Kalijaga berkedudukan di Gunung Muria, Kudus.

https://ex-school.com/artikel/alur-dari-perjalanan-dakwah-di-nusantara


Materi 8 : PENINGGALAN WALI SONGO YANG MASIH TETAP DILESTARIKAN SAMPAI SEKARANG


Keterikatan antara Nusantara dan Islam tak bisa dijauhkan dari peran Walisongo. Ya, sosok-sosok berjasa inilah yang membuat agama ini berkembang pesat di Indonesia hingga akhirnya jadi mayoritas. Dulu, para Walisongo tidak melakukan metode penyebaran agama Islam seperti kebanyakan Dai saat ini. Melainkan cara-cara yang bisa diterima masyarakat.

Ya, seperti yang kita tahu, Walisongo menyiasati dakwah merakyat ini dengan mencampurkan kebudayaan asli setempat yang disisipi hal-hal berbau Islam. Hasilnya ternyata sangat bagus. Mayoritas menerima dengan baik dan kemudian tak ragu mengucapkan dua kalimat syahadat dan masuk Islam. Bertahun-tahun setelah peninggalan para perintis Islam itu, ternyata beberapa kebiasaan yang dulu pun masih tetap dilestarikan hingga saat ini.

berikut adalah deretan peninggalan Walisongo yang masih sangat lekat di tengah-tengah masyarakat.

1. Tahlilan

Di masyarakat perkotaan mungkin kebiasaan ini sudah mulai menghilang, namun di desa dan beberapa tempat tertentu tahlilan masih sangat dilestarikan. Tahlilan biasanya dilakukan dengan cara membaca Surat Yasin terlebih dahulu lalu kemudian dilanjutkan dengan bacaan tahlil. Selepas itu biasanya diselingi dengan acara ramah tamah sambil makan atau minum. Kebiasaan ini adalah yang diajarkan Walisongo dulu. Ya, tahlilan ini sebenarnya adalah kebiasaan para leluhur terdahulu. Sama seperti tahlil sekarang, dulu orang-orang berkumpul di suatu tempat kemudian melakukan puja puji. Ketika para Walisongo datang, kebiasaan ini diubah dengan disisipi bacaan-bacaan Al-Qur’an dan dzikir. Hingga akhirnya jadilah tahlil yang sekarang.

2. Tahlilan 7 Hari, 40 Hari, dan Seterusnya

Ketika ada salah satu anggota keluarga meninggal, biasanya diadakan peringatan 7 hari, 40 hari hingga 100 hari. Tata cara pelaksanaannya biasanya dengan mengumpulkan orang-orang sekitar kemudian bersama-sama membaca tahlil dan juga surat Yasin. Kebiasaan ini ternyata juga diturunkan dari Walisongo.

Sama seperti tahlil, orang dulu memang melakukan perkumpulan pada hari-hari tertentu setelah kematian seseorang. Setelah Walisongo datang, kebiasaan ini dikemas secara Islami dan akhirnya bertahan hingga sekarang. Ada sebuah riwayat yang mengatakan jika pada hari-hari tertentu orang-orang yang meninggal akan mendatangi keluarganya. Untuk melihat apakah keluarganya tak lupa mendoakannya atau tidak. Hal ini mungkin juga jadi alasan para Walisongo untuk mengemas ritual kuno menjadi tahlilan 7 hari dan sebagainya itu.

3. Memberikan Jajanan Pasar Sebagai Simbol Tertentu

Kita mengenal jajanan tradisional sebagai khasanah kekayaan budaya saja. Padahal banyak dari mereka ternyata dibuat oleh Walisongo, tentunya dengan maksud dan tujuan tertentu. Ya, beberapa jajanan kuno memiliki filosofi yang sangat dalam. 
Misalnya Lemper, kue manis satu ini punya makna “Yen dilem atimu ojo memper” yang artinya jika hatimu dipuji maka jangan sombong. Contoh lain adalah kue Apem yang makna sebenarnya adalah Afwun yang artinya maaf. Kue Apem sendiri seringkali diberikan kepada tetangga kanan kiri sebagai simbol meminta maaf. Hal-hal semacam ini semua dipikirkan oleh para Walisongo dan masih sering kita temui hingga saat ini.

4. Wayang Kulit Bernafaskan Islam


Sunan Kalijaga sebagai satu-satunya Wali keturunan Jawa memang sangat dekat dengan kebudayaan Jawa. Beliau punya cara unik tersendiri untuk menyebarkan agama Islam kepada masyarakat. Salah satunya lewat wayang kulit. Ya, acara ini memang tidak ada matinya mulai dulu hingga saat ini.
Namun karena yang mendalang adalah Sunan Kalijaga, maka wayang kulit yang dipertunjukkannya tentu lain. Ya, Sunan Kalijaga mengemas cerita-cerita pewayangan dengan menyisipkan hal-hal yang berbau Islami. Misalnya saja dalam lakon Jimat Kalimasodo. Kisah pewayangan ini adalah tentang pencarian sebuah jimat bernama Kalimasodo. Kalimasodo sendiri diartikan sebagai dua kalimat sahadat. Islam bisa makin diterima salah satunya lewat upaya Sunan Kalijaga ini. Bahkan sampai kini beberapa kisah gubahan beliau tetap dipentaskan.

5. Selamatan 4 Bulanan

Ketika seorang wanita hamil, maka sudah barang pasti ia akan melakukan ritual 4 bulanan. Ritual ini konon sudah ada sejak zaman dulu, tujuannya agar si jabang bayi dan ibunya bisa tetap sehat serta selamat saat lahiran nanti. Hal ini kemudian dikemas ulang oleh Walisongo dengan menyematkan hal-hal keislaman.

Ritual empat bulanan sekarang dilakukan dengan cara membacakan surat-surat tertentu yang dikhususkan kepada si jabang bayi. Biasanya surat yang dibaca adalah Maryam, Yusuf dan Muhammad. Ritual ini sebenarnya punya maksud tertentu selain memberikan keselamatan kepada ibu dan bayinya. Ya, sering diriwayatkan jika dalam masa 4 bulan adalah waktu di mana Allah menuliskan nasib si bayi, mulai dari bagaimana hidupnya nanti, hingga kapan waktu kematiannya. Sehingga, acara 4 bulanan sendiri juga dimaksudkan agar si bayi memiliki nasib yang baik nantinya.

Kebiasaan-kebiasaan ini masih sering kita jumpai di tengah-tengah masyarakat, bahkan mungkin dilakukan oleh keluarga sendiri. Tak masalah untuk melanjutkan hal-hal yang semacam ini. Selain untuk melestarikan budaya, toh inti dari kebiasan-kebiasaan di atas juga baik. Bahkan bisa merekatkan ukhuwah atau persaudaraan antara Muslim. Bahkan mungkin lewat deretan kebiasaan di atas, leluhur kita akhirnya memeluk Islam dan akhirnya turun temurun hingga ke zaman kita. Jadi, kesimpulannya, kita bisa beragama Islam sejak lahir mungkin lantaran deretan hal-hal di atas.

https://www.boombastis.com/peninggalan-walisongo/47875

Materi 9 dan 10 : OPTIMIS, IKHTIAR DAN TAWAKAL

Infeksi virus Corona disebut COVID-19 (Corona Virus Disease 2019) dan pertama kali ditemukan di kota Wuhan, China pada akhir Desember 2019. Virus ini menular dengan sangat cepat dan telah menyebar ke hampir semua negara, termasuk Indonesia, hanya dalam waktu beberapa bulan. Hal tersebut membuat beberapa negara menerapkan kebijakan untuk memberlakukan lockdown dalam rangka mencegah penyebaran virus Corona. Di Indonesia sendiri, diberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan penyebaran virus ini. (Alodokter.com)

Pandemi COVID-19 benar-benar menjadi ujian tersendiri bagi negara ini. Setiap orang merasakan kesulitannya masing-masing. Mulai dari kehilangan pekerjaan, berkurangnya jumlah penghasilan, menjadi korban aksi kriminalitas, kelaparan, hingga terinfeksi oleh virus corona itu sendiri.

Bisa dibilang semuanya serba tidak bisa untuk dijalani. Terlebih mungkin untuk disyukuri dan di nikmati. Inilah ujian kesabaran dan keimanan seseorang terhadap ketetapan Tuhannya. Apakah itu membuat kita terjerumus dalam keterpurukan yang mendalam.

Setiap manusia pasti meraskan ujian dan cobaan. Ujian merupakan cara allah untuk mengukur kadar iman seseorang. Tidak ada manusia yang hidup lepas dari ujian, terutama manusia yang beriman kepada ALLAH SWT. Ujian bisa berupa kekayaan, jabatan, keluarga, harta dan sanak famili. Ujian juga bisa berbentuk fisik dan non fisik atau psikis. Ujian bagi orang mukmin bermakna positif, yakni untuk menguji keimanan seseorang. Benarkah ia beriman kepada ALLAH atau hanya pura-pura beriman saja? Ujian juga berfungsi untuk meningkatkan derajat seseorang. Jika ia lulus dari ujian maka naiklah derajatnya dan jika tidak lulus turunlah derajatnya. Seseorang dinyatakan lulus dari ujian apabila ia sabar dalam menghadapinya.

Hal itu sudah dijelaskan dalam Qs. Al-Baqarah (2): 155-157



  1. Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar,
  2. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun”
  3. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.

Dengan demikian berdasarkan ayat ini, wabah covid 19 saat ini adalah ujian yang menguatkan jika kita bisa memetik hikmahnya, bahwa ujian dari Allah itu bukan untuk melemahkan, justru merupakan alat penambah daya bagi iman kita yang mungkin mulai melemah. Orang yang dianugerahkan padanya kenikmatan dunia, bukan berarti Allah menyayanginya. Pun sebaliknya, siapa yang ditimpa musibah bukan berarti Allah menghinakannya. Keduanya hanyalah masa yang dipergilirkan bagi manusia.

Kita harus sabar dan optimis atas ujian tersebut, bahwa “setelah ada kesulitan akan Allah datangkan kemudahan,” begitulah sunatullahnya. Allah Swt sampai mengulangi firmannya ini sampai dua kali pada surah yang sama di surah al insyirah (94) di ayat 5 dan 6, seolah menekankan pentingnya bersabar sebagai bentuk dari berpikir optimis dalam menyikapi sesuatu, termasuk dalam musibah. Dalam artikel ini penulis akan menguraikan pentingnya kita sebagai umat muslim dalam menghadapi wabah corona ini dengan berikhtiar, doa dan tawakkal, sebagai berikut penjelasannya.

B. Ikhtiar

Ikhtiar adalah yang memiliki arti mencari hasil yang lebih baik, memilih. Sedangkan  dalam KBBI kata ikhtiar berarti alat, syarat untuk mencapai tujuan yang dimaksud. Adapun  secara istilah pengertian ikhtiar yakni, suatu usaha yang dilakukan dengan segala cara untuk mendapat hasil yang maksimal, ikhtiar juga dapat diartikan sebagai  usaha yang dilakukan dengan sungguh-sungguh untuk dapat merasakan kebahagiaan dalam hidup, baik di dunia maupun di akhirat.

Ikhtiar merupakan sebuah usaha yang seharusnya dilakukan manusia untuk dapat memenuhi segala kebutuhan dalam kehidupannya, baik secara material, emosional, spiritual, kesehatan, seksual, dan juga masa depannya agar tujuan hidup untuk dapat sejahtera dunia akhirat dapat terpenuhi. Ikhtiar disini memang seharusnya dilakukan dengan sungguh-sungguh, sepenuh hati dan semaksikmal mungkin tapi juga tak lepas dari seberapa besar kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya.

Ikhtiar jika seseorang mengharapkan sesuatu, misalnya perubahan nasib, mendapatkan rezeki, ilmu, kelulusan ujian, kesehatan dan sebagainya, maka ia harus melakukan suatu upaya lahiriah secara aktif dan nyata, dan inilah yang disebut ikhtiar atau usaha. Demikian pula jika kita berharap terhindar atau selamat dari acaman virus Corona yang mematikan itu, kita harus memperhatikan petunjuk dari para ahli kesehatan. Sebab merekalah yang menguasai ilmu di bidang ini yang hukum mempelajarinya adalah fadhu kifayah sebagaimana pendapat Imam Al-Ghazali. Simaklah Surat Ar-Ra’d, ayat 11 sebagai berikut:

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”

Merujuk pada ayat tersebut, ancaman virus Corona bisa saja akan terus berlangsung sampai ada usaha-usaha nyata untuk menanganinya. Dalam hal ini ada dua tindakan untuk menangani, yakni mencegah (to prevent) dan mengobati (to cure). Anjuran untuk sementara tidak melaksanakan shalat Jumat di masjid-masjid merupakan tindakan pencegahan. Inilah kewajiban para ulama. Sedangkan tindakan pengobatan hanya dapat dilakukan oleh para dokter. Berikhtiar adalah wajib. Maka barangsiapa mau berikhtiar, ikhtiarnya akan dicatat sebagai ibadah. Jika ikhtiarnya membuahkan hasil, maka setidaknya ia akan mendapat 2 (dua) keuntungan. Pertama, ia akan memperoleh pahala dari Allah. Kedua, ia akan mendapat keberhasilan atau manfaat dari apa yang telah ia usahakan. Tetapi jika ikhtiarnya belum berhasil, maka setidaknya ia akan mendapat pahala dari Allah. Jika ia sabar, maka ia akan mendapatkan pahala yang berlipat. Mengetahui betapa besar kenikmat-an dan kesehatan yang diberikan, bagi mereka yang lupa akan kenikmatan tersebut. Karena kenyataan menunjukkan bahwa apabila dibandingkan antara kenikmatan dan kesehatan akan jauh lebih besar dan lebih banyak porsinya daripada kesengsaraan atau musibah yang didapatkan.

Tidak peduli terhadap gemerlapnya dunia karena kefanaannya, dan semangat dalam memotivasi diri untuk berlomba beramal dalam mempersiapkan hari pertemuannya dengan Rabb Penguasa alam. Sesungguhnya seorang hamba apabila berfikir dengan akal sehatnya tentang berpulangnya orang-orang yang dicintainya, niscaya ia akan sadar diri, bahwa mereka telah mereguk air pelepas dahaga dengan gelas yang mana ia harus melaluinya dengan gelas yang sama yaitu kematian.

C. Do’a

Doa berasal dari bahasa Arab yang artinya: panggilan, mengundang, permintaan, permohonan, doa, dan sebagainya. 5 Berdoa artinya menyeru, memanggil, atau memohon pertolongan kepada Allah SWT atas segala sesuatu yang diinginkan. Seruan kepada Allah SWT itu bisa dalam bentuk ucapan tasbih (Subhanallah), Pujian (Alhamdulillah), istighfar (astaghfirullah) atau memohon perlindu ngan (A`udzubillah), dan sebagainya. Adapun doa secara etimologi sebagai berikut:

Doa dalam makna Ibadah, Allah SWT berfirman dalam al-Qur`an surat Yunus ayat 106, yang berbunyi:

وَلَا تَدْعُ مِن دُونِ ٱللَّهِ مَا لَا يَنفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ ۖ فَإِن فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِّنَ ٱلظَّٰلِمِينَ

“Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim.”

Lafaz doa diatas, menunjukan makna penyembahan atau ibadah. Secara esensial ia menunjukan suatu pengetahuan tentang Tuhan (ma`rifatullah). Yakni, ibadah yang menebus setiap aspek eksistensi manusia dengan berbagai ritus dan ritual, ia merupakan amalan lahiriyah yang mengandung makna batiniah dan memungkinkan sang hamba untuk menjadi seorang yang arif.

Doa dalam makna al-Isti`adzah (perlindungan), Allah SWT berfirman dalam al-Qur`an surat al-Jin ayat 6, yang berbunyi:

وَأَنَّهُۥ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ ٱلْإِنسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِّنَ ٱلْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا

Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan”.

Doa dalam makna al-Istianah, (memohon bantuan dan pertolonhan) Allah SWT berfirman dalam al-Qur`an surat Al-Baqarah ayat 45, yang berbunyi:

وَٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلْخَٰشِعِينَ

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orangorang yang khusyu”.

Doa dalam pengertian Istighfar, Allah SWT berfirman dalam al-Qur`an surat Al-Muzzammil ayat 20, yang berbunyi:

وَٱسْتَغْفِرُوا۟ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ…..

“Dan istighfarlah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Istighfar adalah memohon ampun kepada Allah dari perbuatan dosa dan sebagainya. Ia merupakan bagian penting dari amalan zikir, serta memiliki visi spiritual, kezuhudan seorang hamba. Memohon ampunan adalah bagian dari menjadi hamba-hamba yang taat.

Doa dalam makna al-Sual (permintaan) Allah SWT berfirman dalam alQur`an surat Al-Mukmin ayat 60, yang berbunyi:

وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدْعُونِىٓ أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِى سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”.

Doa dalam makna percakapan, Allah SWT berfirman dalam al-Qur`an surat Yunus ayat 10, yang berbunyi:

دَعْوَىٰهُمْ فِيهَا سُبْحَٰنَكَ ٱللَّهُمَّ وَتَحِيَّتُهُمْ فِيهَا سَلَٰمٌ ۚ وَءَاخِرُ دَعْوَىٰهُمْ أَنِ ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ

“Doa mereka di dalamnya ialah: “Subhanakallahumma”, dan salam penghormatan mereka ialah: “Salam”. Dan penutup doa mereka ialah: “Alhamdulilaahi Rabbil ‘aalamin”.

Doa dalam makna al-Nida` (memanggil, seruan), Allah SWT berfirman dalam al-Qur`an surat al-Isra` ayat 52, yang berbunyi :

يَوْمَ يَدْعُوكُمْ فَتَسْتَجِيبُونَ بِحَمْدِهِۦ وَتَظُنُّونَ إِن لَّبِثْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا

”yaitu pada hari Dia memanggil kamu, lalu kamu mematuhi-Nya sambil memuji-Nya dan kamu mengira, bahwa kamu tidak berdiam (di dalam kubur) kecuali sebentar saja”.

Al-Nida`, seruan. Allah SWT “menyeru” manusia kepada kebahagiaan. Manusia menyeru Tuhannya ketika sedang berdoa dan membutuhkan. Doa dalam arti memanggil Allah SWT dalam rangka mengajukan permohonan kepada-Nya. Begitu penting bagi seorang Muslim, karena doa merupakan tanda bahwa manusia sebagai hamba yang sangat membutuhkan terhadap Tuhannya.

Doa dalam makna al-Tahmid (memuji), Allah SWT berfiman dalam alQur`an surat Al-Isra ayat 110 yang berbunyi:

قُلِ ٱدْعُوا۟ ٱللَّهَ أَوِ ٱدْعُوا۟ ٱلرَّحْمَٰنَ ۖ أَيًّا مَّا تَدْعُوا۟ فَلَهُ ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ ۚ وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَٱبْتَغِ بَيْنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا

“Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (namanama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu”.

Doa merupakan sarana untuk mencapai suatu tujuan. Seorang hamba tidak diperbolehkan memohon sesuatu yang jauh dari jangkauannya, yaitu sesuatu yang sangat mustahil untuk bisa dicapai berdasarkan akal yang sehat. Namun demikian, sesuatu keinginan yang mungkin bisa dicapaipun, tidak boleh hanya mengandalkan doa saja, tetapi harus berusaha untuk mencari illiat (sebab) yang akan meluruskan keinginannya tersebut. Sebab, seorang hamba harus memiliki persepsi bahwa doa merupakan ikhtiar spirirtual dan motifasi untuk tercapainya tujuan.

Islam mengajarkan usha tidak boleh terlepas dari doa, demikian pula sebaliknya. Karena hanya Allah-lah yang bisa membuat hambanya sampai pada tujuan dan cita-cita. Untuk itu, wajib meminta kepada-Nya.[8] Sejalan dengan itu, setidaknya ada dua hal yang harus dipegang oleh sekalian hamba-hamba Allah. Pertama, yakinilah bahwa Allah SWT. tidak akan menzalimi hamba-Nya. Kedua, tugas hamba-Nya di dunia adalah berdoa dan berikhtiar. Setelah itu, serahkan kepada Allah SWT. Karena, setelah berikhtiar apapun yang terjadi, itulah yang terbaik.

Doa untuk memperlancar atau mempermudah upaya lahiriah kita mencapai keberhasilan dalam menangani kasus virus Corona. Kita juga harus juga melakukan ikhtiar batiniah, yakni berdoa kepada Allah Ta’ala sebagaiman firman-Nya dalam Surat Al Mu’min, ayat 60 :

ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ

“Berdoalah kepada-Ku, Aku akan mengabulkannnya.”

Allah akan menjawab atau memberikan ijabah terhadap apa yang menjadi permohonan kita dalam menangani virus Corona jika kita berdoa kepada-Nya. Banyak amalan dari Nabi untuk menangkal diri, salah satunya amalan doa menghadapi virus Corona sebagai berikut:

بِسْمِ اللهِ لَا يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْئٌ فِي اْلأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ،

“Dengan menyebut nama Allah yang bersama nama-Nya tidak ada sesuatu yang berbahaya baik di bumi maupun di langit. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Mengetahui.”

Hikmah berdoa kepada Allah subhanahu wata’ala dalam kaitannya dengan ikhtiar adalah bahwa ikhtiar batin ini akan mendekatkan kita kepada-Nya, dan oleh karena itu akan memperlancar tercapainya apa yang kita ikhtiarkan dan mohonkan. Hikmah lain adalah bahwa dengan berdoa, kita akan terhindar dari klaim bahwa keberhasilan kita semata-mata karena ikhtiar kita sendiri tanpa campur tangan dari Allah. Tentu ini akan mejadi kesombongan yang luar biasa. Na’udzubillahi mindzalik.

Jadi, pembicaraan tentang doa bukanlah sesuatu yang menutupi realitas kehidupan, justru ia mendukung agar orang yang berdoa memiliki kekuatan serta mempunyai nilai-nilai di mata masyarakat, sekaligus mendapat pahala dari Allah. Dan orang yang melakukannya harus memahami bahwa dalam pandangan Islam doa berada pada peringkat setelah tugas dan daya upaya yang sudah dilakukan secara terus menerus dan sabar.

D. Tawakkal

Tawakal (bahasa Arab: توكُل‎) atau tawakkul dari kata wakala dikatakan, artinya,”meyerah kepadaNya”. Dalam agama Islam, tawakal berarti berserah diri sepenuhnya kepada Allah dalam menghadapi atau menunggu hasil suatu pekerjaan, atau menanti akibat dari suatu keadaan.

Tawakkal adalah suatu sikap mental seorang yang merupakan hasil dari keyakinannya yang bulat kepada Allah, karena di dalam tauhid ia diajari agar meyakini bahwa hanya Allah yang menciptakan segala-galanya, pengetahuanNya Maha Luas, Dia yang menguasai dan mengatur alam semesta ini. Keyakinan inilah yang mendorongnya untuk menyerahkan segala persoalannya kepada Allah. Hatinya tenang dan tenteram serta tidak ada rasa curiga, karena Allah Maha Tahu dan Maha Bijaksana.

Menurut Imam Hanbali, tawakkal merupakan perbuatan hati. Artinya, tawakal bukan sesuatu yang diucapkan oleh lisan semata, bukan pula sesuatu yang dilakukan oleh anggota tubuh. Tetapi sekali lagi, tawakkal merupakan perbuatan hati sehingga tidak bisa diwujudkan dalam bentuk fisik, seperti berdiam diri tanpa melakukan suatu ikhtiar lahiriah. Artinya tawakal tidak meniadakan ikhtiar.


Oleh karena itu, dalam kaitan dengan virus Corona kita tidak boleh berserah diri kepada Allah begitu saja tanpa melakukan iktiar nyata agar terhindar dari virus Corona. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (SAW) memberikan petunjuk bahwa tawakkal itu tidak meniadakan ikhtiar yang masuk akal terkait dengan persoalannya sebagaimana beliau tunjukkan dalam suatu hadis tentang perlunya mengikat unta sebelum memasrahkannya kepada Allah dengan tawakal.

Hadits ini diriwayatkan Ibnu Hibban sebagai berikut: اِعْقِلْهَا وَتَوَكَّلْ Artinya: “Ikatlah untamu dan bertawakkallah.”

Oleh karena itu, petunjuk dari para ulama dengan segala nasihat dan imbauannya sebaiknya kita perhatikan. Demikian pula imbauan dari para ahli kesehatan untuk melakukan pola hidup sehat, sering-sering cuci tangan dengan menggunakan sabun dan mengurangi mobilitas yang tak perlu juga harus diperhatikan. Tidak hanya itu usaha menjaga imunitas diri juga harus dilakukan agar tidak mudah terdampak oleh virus Corona.

Setelah ikhtiar-ikhtiar lahiriah dan batiniah itu kita lakukan dengan sungguh-sungguh, maka kita pasrahkan persoalan virus Corona dan hasil dari ikhtiar-ikhtiar itu kepada Allah dengan meyakini bahwa apapun ketentuan Allah adalah yang terbaik. Dalam kaitan ini, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj mengimbau agar umat Islam meningkatkan iman, bertawakal dan ridha menerima ketentuan Allah dengan merebaknya wabah Covid-19 ini (NU Online, Jumat, 20/3).

Tawakal memang sangat penting disamping ikhtiar dan doa. Allah mencintai orang-orang-orang yang senantiasa berserah diri kepada-Nya. Seperti kita ketahui dan mungkin sering kita alami bahwa tidak setiap yang kita usahakan atau mohonkan akan tercapai dengan segera sebagaimana kemauan kita. Allah-lah yang mengatur seluruh alam dengan segala permasalahannya.

Allah juga Maha Tahu terhadap apa yang akan terjadi di masa depan. Allah Maha Adil dan Bijaksana dengan semua rencana dan keputusan-Nya. Oleh karena itu, sudah seharusnya ikhtiar dan doa kita, kita pasrahkan sepenuhnya kepada-Nya. Biarlah Allah yang mengatur kapan ikhtiar dan doa kita akan terkabul. Allah lebih tahu apa yang terbaik buat hamba-hamba-Nya. Terkadang, apa yang baik menurut manusia belum tentu baik menurut Allah subhanahu wata’ala.   Jadi memang ikhtiar, doa dan tawakal harus selalu ada dan kita lakukan secara serempak terkait dengan bagaimana kita harus menghadapi wabah virus Corona (Covid-19).

Ikhtiar dan tawakal tidak saling bertentangan karena masing-masing berjalan di atas relnya sendiri. Ikhtiar berada dalam di wilayah lahiriah sedang tawakal di wilayah batiniah. Bisa saja orang yang sangat tinggi tawakalnya justru menempuh ikhtiar paling sungguh-sungguh dengan bersikap sangat hati-hati dalam menghadapi persoalan-persoalan seperti virus Corona.     Namun demikian, sungguhpun ikhtiar dan tawakal berjalan di atas rel masing-masing, keduanya terhubung dengan doa karena doa merupakan ikhtiar batiniah. Ketiga hal itu harus kita laksakanakan secara seimbang (tawazun) karena kita adalah para pengikut Ahlussunnah wal Jamaah an-Nahdliyah.

Jika kita hanya bertawakal, kita akan sama saja dengan kaum jabariah yang dalam semua persoalan hanya pasrah kepada Allah tanpa ikhtiar yang memadai. Tetapi jika kita hanya mengadalkan ikhtiar saja tanpa doa dan tawakal yang memadai, kita akan sama saja dengan kaum Mu’tazilah yang semata-mata mengandalkan ikhtiar-ikhtiar lahiriah Kesimpulannya kita harus bersikap tengah-tengah (tawasuth) dan seimbang (tawazun) dalam menghadapi wabah virus Corona (Covid-19) dengan melaksanakan trilogi: ikhtiar, doa dan tawakal. Bahkan kita juga harus bersikap toleran (tasamuh) ketika kita melihat di antara saudara-saudara kita melakukan cara yang berbeda dalam menghadapi virus Corona sepanjang cara-cara itu masih dalam kerangka trilogi di atas.

Dan sebagai tanda tawakal kita kepada Allah, kita yakin bahwa segala sesuatu yang datang pada diri kita, adalah yang terbaik bagi kita. Tiada keraguan sedikit pun di dalam hati, apabila mempunyai perasaan untuk menghindarinya, segala sesuatu yang menimpa kita. Meskipun hal itu terasa pait dan pedih bagi kita, kalau hal itu datang dari-Nya, tentulah hal itu yang terbaik bagi kita. Inilah bentuk tawakal sesungguhnya.

Barang siapa brtawakal kepada Allah maka Allah akan mencukupinya dan memberinya rezeki dari arah yang tidak diduga-duga. Allah Maha Kuasa untuk mengirimkan bantuan kepada hamba-hamba-Nya dengan berbagai cara, termasuk cara yang bagi manusia tidak masuk akal. Allah adalah satu-satunya tempat mengadu saat kita susah. Allah senantiasa mendengar pengaduan hamba-hamba-Nya. Dalam banyak hal, peristiwa-peristiwa di alam ini masih dalam koridor sunnatulah. Artinya, masih dapat diurai sebab musababnya. Hal ini mengajarkan kepada kita agar kita kreatif dan inovatif dalam kehidupan ini.

E. Kesimpulan

Kita juga dianjurkan untuk berpasrah diri kepada Allah SWT. Setelah kita berusaha dan berdoa. bersama-sama pemerintah, kita mematuhi peraturan unruk tetap tinggal dirumah masing-masing dan peraturan lainnya demi melawan corona. Dengan tidak melupakan unruk selalu berdoa unruk mendapatkan pertolongan darinya, dan selebihnya kita bertawakal, semoga Allah segera mengambil mahkluk ciptaannya yang bernama corona ketempat asalnya. Bagaimanapun kita sudah serentak berusaha maksimal, dan kita mengambil hikmah dari peristiwa ini.

Ketuklah pintu langit dengan doa-doa yang tulus dari rumah kita agar Allah Swt segera melenyapkan wabah ini dari muka bumi ini, dan kita bisa menikmati ibadah dan aktifitas sebagaimana hari-hari biasanya tanpa wabah covid-19.

 





Tidak ada komentar: